
jabar.Akulturasi
BANDUNG – Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri juga mengomentari insiden pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter residennya Priguna Anugerah Pratama terhadap seorang pasien di Rumah Sakit (RS) Hasan Sadikin Bandung.
Reza menganggap taktik menipu korbannya melalui penyuntikan zat bius merupakan perilaku orang yang menderita Somnofolia.
“Somnofilia serupa dengan nekrofilia, yaitu gangguan seksual pada manusia yang sedang dalam keadaan pasif atau tidak sadar. Nekrofilia berkaitan dengan mayat. Sedangkan somnofilia terjadi saat seseorang tertidur,” jelas Reza dalam pernyataannya, Minggu (13/4/2025).
Menurut Reza, pelakunya, bila diamati dari polanya, telah menargetkan korbannya sebelum melakukan tindakan tersebut. Priguna diketahui merasakan hasrat seksual ketika korban masih sadar dan kemudian menggunakan kekuatan fisik untuk melampiaskan nafsunya yang tidak senonoh itu.
“Keadaan pasif (tanpa kesadaran) pada sasaran bukan hal yang menggairahkan P. Keadaan tanpa kesadaran ini diciptakan oleh P melalui tindakan kekerasan (pemaksaan) sehingga ia bisa memuaskan hasrat seksualnya tanpa ada resistensi sedikit pun dari pihak sasarannya,” paparnya.
Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut menyatakan bahwa tindakan pelecehan seksual oleh Priguna termasuk ke dalam jenis yang sangat keras karena terjadi saat korban sedang pingsan.
“Menggunakan kekuatan untuk memastikan korban tidak melawan saat diperkosanya adalah metode umum dalam kasus pemerkosaan. Pemerkosaan yang sangat keras dapat dilakukan meskipun korban sudah tak sadar,” jelasnya.
Sebelumnya, Ditreskrimum Polda Jawa Barat menyatakan bahwa dokter residen PPDS Priguna Anugerah Pratama mempunyai gangguan perilaku seksual.
Pelaku dalam kasus pelecehan seksual yang menimpa keluarga seorang pasien di Rumah Sakit (RS) Hasan Sadikin Bandung ternyata memiliki kecenderungan Fetish dengan kesenangan melihat seseorang tidak sadarkan diri.
“Kejadian tersebut menyenangkan Fantasi ketika melihat seseorang yang pingsan,” ujar Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar Kombes Pol Surawan saat ditemui, Kamis (10/4).
Dia menyatakan bahwa sang terduga telah menikah sekitar tiga bulan dan belum memiliki anak.
Mereka sedang menantikan laporan penilaian psikologis yang berasal dari tim psikologi forensik guna mempertegas temuan mengenai potensi orientasi seksual abnormal tersangka tersebut.
Surawan meneruskan bahwa tersangka menjalankan tindakannya di suatu kamar yang berada di lantai tujuh gedung MCHC RS Hasan Sadikin Bandung pada tanggal delapan belas Maret saat subuh. Dia menyebutkan bahwa kamar itu adalah kamar baru dan masih belum dipergunakan.
Ketika kejadian berlangsung, dia menyebut penyerang tersebut memegang kondom. Mereka telah mengevakuasi bukti fisik yaitu sperma yang berhasil dideteksi di tempat kejadian dan sekarang disimpan dalam bentuk beku. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji genetis DNA.
Surawan menyebutkan bahwa kondisi para korban kini telah membaik namun mereka masih mengalami traumatis.
Dia mengatakan bahwa insiden tersebut terjadi ketika korban mendampingi orang tuanya yang sedang dalam keadaan kritis di RSHS Bandung.
Pada saat itu, orang tuanya diharapkan untuk menjalani proses transfusi darah. Namun, mengingat kondisinya yang sangat parah, translasi darah tersebut kemudian diberikan pada sang anak.
Kata Surawan, ‘Anak itu tidak mengetahui tujuan sebenarnya dan kemudian dia dibawa ke sebuah ruangan yang berbeda.’
(mcr27/jpnn)