
Akulturasi.CO.ID – JAKARTA.
Pengamat Transportasi dan Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengingatkan bahwa meskipun penyesuaian tarif tol merupakan hal yang diatur secara berkala setiap dua tahun, pelaksanaannya perlu memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat.
Menurut Yayat, masalah timbul saat peningkatan tarif diterapkan serentak di berbagai jalan tol, hal ini bisa mengganggu kapabilitas masyarakat untuk membayarnya. Dia menekankan efek samping yang mungkin terjadi pada biaya pengiriman barang, khususnya bagi kendaraan jenis 3, 4, dan 5.
“Yang perlu kami pertimbangkan adalah apakah peningkatan tariff jalan tol tersebut memiliki dampak tak langsung terhadap biaya logistic yang dibebankan. Hal ini karena golongan 3, 4, dan 5 merupakan bagian penting dari sektor logistic,” ungkapnya ketika diwawancara oleh Akulturasi, Senin (14/4).
Yayat pun menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan aspek sosioekonomi semacam PHK yang bertambah dan kemampuan membayar warga masyarakat ketika menyusun aturan tarif jalan tol. Menurut dia, pemerintah daerah berhak untuk merekomendasikan penangguhan penaikkan tarif di beberapa kasus spesifik.
Ia mencontohkan keputusan Gubernur Jawa Barat saat pandemi Covid-19 yang meminta penundaan kenaikan tarif tol Cipularang karena banyak sektor usaha terdampak. Yayat menilai situasi serupa saat ini dapat menjadi alasan kuat untuk mempertimbangkan penundaan kenaikan tarif tol.
“Maka hal yang perlu dipertimbangkan adalah mengevaluasi apakah rancangan ini dapat digunakan sebagai dasar bagi pemimpin daerah untuk menghentikan sementara atau mendelegasikannya hingga satu tahun ke depan. Namun, jika dilihat dari aspek investasi, adanya keterlambatan akan menyebabkan periode manajemen investasi bertambah panjang,” jelasnya.
Selanjutnya, dia menggarisbawahi kebutuhan bagi pemerintah lokal untuk mendukung perkembangan ekonomi di area mereka. Apabila biaya jalan tol ditambah tanpa adanya peningkatan yang signifikan pada volume kendaraan, hal ini dapat membebani para pemodal yang telah berinvestasi dalam proyek jalan toll tersebut.
“Jadi harus ada skenario ekonomi wilayahnya dengan kenaikan tarif tolnya itu. Kalau enggak ya nanti tol itu seakan-akan naik-naik saja tapi kegiatan ekonomi juga perlu dikembangkan,” tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menyampaikan rencana penyesuaian tarif tol setelah Lebaran 2025. Sejumlah Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) telah mengajukan usulan kenaikan tarif.
Menteri PU Dody Hanggodo menjelaskan bahwa pemerintah saat ini sedang mengevaluasi pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dari setiap BUJT yang mengajukan penyesuaian tarif.
“Kalau kenaikan tarif tol secara reguler memang ada permohonan. Tapi kita masih cek, kualitasnya seperti apa. SPM-nya harus kita uji dengan ketat,” ujar Dody dalam acara Halalbihalal bersama media, Jumat (11/4).
Dia menggarisbawahi kebutuhan penilaian kesesuaian karena jalan toll adalah fasilitas berbiaya. Walaupun ada kemungkinan untuk meningkatkan tariff, namun pihak pemerintah akan melaksanakannya dengan sangat teliti.
“Walau tetap diberi kenaikan, tapi kita lebih
prudent
Yang terpenting, jalur toll harus menyediakan pelayanan optimal karena publik telah membayar untuk hal tersebut,” demikian katanya.