
Akulturasi
Muhammad Arif Nuryanta selaku ketua PN Jakarta Selatan tetap menjadi teladan atau contoh yang patut ditiru di lingkungan pengadilan tersebut.
Papan iklan Arif Nuryanta tetap terpasang di kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebenarnya, sudah diketahui bahwa Arif Nuryanta telah ditahan karena menerima suap dalam kasus pembebasan dari perkara eksportasi CPO.
Pengamatan melalui tribun menunjukkan bahwa di sekitar area pengadilan utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), terpasang nama dan fotografi dari Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta.
Di sana disebutkan Muhammad Arif Nuryanta sebagai teladan bagi PN Jaksel.
“Role model” dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai figur yang diteladani, panutan, atau sumber motivasi.
Artinya, seorang teladan dianggap sebagai pribadi yang bisa ditauladani oleh oranglain, entah itu dari aspek sikap, perbuatan, ataupun pola pikirnya.
Prestasi kepemimpinan Muhammad Arif Nuryanta mungkin menjadi alasan penghargaan keberadaannya diserahkan.
Muhammad Arif Nuryanta yang harusnya jadi teladan untuk bawahannya.
Tetapi malah tersangkut dalam dugaan kasus suap.
Muhammad Arid Nuryanta justru tersandung dalam kasus diduga suap ekspor CPO senilai Rp 60 miliar.
Pegawai PN Jaksel tidak mau berkomentar mengenai penunjukan tersangka terhadap Muhammad Arif Nuryanta.
Namun Ketua PN Jaksel tersebut telah dinyatakan menerima suap oleh tiga hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yaitu Djuyamto yang bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin sebagian hakim anggota, serta Ali Muhtarom sebagai hakim Ad Hoc.
Tiga hakim tersebut dituduh telah menerima sejumlah uang senilai Rp 22,5 miliar dari kasus suap dan pemberian kenikmatan yang berhubungan dengan putusan bebas atau ontslag untuk tiga tersangka perusahaan eksportir CPO.
Kepala Badan Pidananya Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, menyebut bahwa jumlah uang yang diserahkan itu di terima oleh para tersangka dalam dua kali pembayaran.
Pertama-tama, terdakwa menerima dana berupa uang dolar senilai Rp 4,5 miliar.
Uang itu diserahkan oleh terdakwa Muhammad Arif Nuryanta selaku Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan berasal dari seorang pengacara bernama Ariyanto Bahri.
“Setelah keluarnya surat yang menetapkan jadwal sidang, Muhammad Arif Nuryanta menghubungi DJU sebagai kepala majelis serta ASB sebagai anggotanya. Kemudian, Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan sejumlah uang senilai $4,5 miliar saat dikonversi menjadi rupiah,” ungkap Qohar pada konferensi pers, Minggu (14/4/2024).
“Uang itu diserahkan sebagai biaya untuk mempelajari berkas perkara, dan Muhammad Arif Nuryanta menegaskan hal ini kepada kedua individu tersebut agar mereka fokus pada tugas yang ditugaskannya,” terangnya.
Setelah mendapatkan uang dari Arif, Agam disebutkan oleh Qohar telah menempatkannya di dalam tas godie yang selanjutnya dibagi rata antara dia sendiri, Djuyamto, dan Ali.
Lebih rincian disampaikan oleh Qohar, pada akhir September atau awal Oktober 2024, Arif Nuryanta mengembalikan dana ke Djuyamto senilai Rp 18 miliar.
Djuyamto kemudian menyerahkan uang tersebut secara merata kepada Agam dan Ali di hadapan Kantor Cabang Bank BRI area Pasar Baru, Jakarta Pusat.
“Dalam rincian pembagian seperti ini, ASB mendapatkan jumlah dolar yang jika diubah ke rupiah menjadi sekitar Rp 4,5 miliar, selanjutnya DJU memperoleh dana dalam bentuk dolar atau bila dikonversi ke rupiah bernilai sekitar Rp 6 miliar, sementara itu AL mendapat dana berbentuk dolar Amerika Serikat yang apabila ditransfer ke rupiah sama dengan nilai Rp 5 miliar,” jelas Qohar.
Akhirnya, total uang yang dikantongi tiga tersangka dalam menangani kasus ini mencapai Rp 22,5 miliar.
Berikut adalah informasinya: terkait dengan kasus dugaan suap yang mengakibatkanvonis penggantian hukuman ini, Kejaksaan Agung semula telah menunjuk empat individu sebagai tersangka.
Keempat terduga pelaku tersebut yakni MAN atau Muhammad Arif Nuryanta, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, serta WG yang sekarang menjadi Panitera Muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sedangkan MS dan AR bekerja sebagai pengacara.
Penyidik mengidentifikasi adanya bukti materiel yang menunjukkan bahwa MS dan AR telah memberikan suap serta atau gratifikasi kepada MAN dalam jumlah diperkirakan mencapai Rp60 miliar,” ungkap Direktur Penyelidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, pada hari Sabtu (12/4/2025).
Abdul Qohar menyatakan bahwa suap itu diserahkan dengan tujuan untuk mempengaruhi keputusan terkait kasus perusahaan kelapa sawit yang menyangkut pengaturan fasilitas ekspor CPO dan produk terkait lainnya.
“Menyang ketersediaan dana, penyelidik sudah mengidentifikasi bukti cukup bahwa orang tersebut (MAN) diduga menerima dana senilai 60 miliar rupiah,” kata Abdul Qohar.
“Berkaitan dengan penentuan keputusan supaya diumumkan sebagai onslag, yaitu pemberitahuan ini akan dilakukan oleh seorang panitera bernama WG,” tambahnya.
Putusan dakwaan tersebut dilemparkan kepada ketiganya yang merupakan perusahaan besar. Sebenarnya, sebelumnya penegak hukum meminta gantinya kerugian mencapai kisaran 17 triliun Rupiah sebagai denda dan kompensasi keuangan bagi pemerintahan.
Hakim Djuyamto Menerima Suap Sebesar Rp 7 Miliar
Hakim Djuyamto berpartisipasi dalam penerimaan suap setelah memutuskannya kasus ekspor CPO. Dia turut serta mengambil keuntungan dari dana suap sebesar Rp 60 miliar yang berasal dari tiga konglomerat minyak yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Djuyamto menerima suap dalam jumlah tertinggi dibanding kedua hakim lainnya yang disebutkan sebagai tersangka dalam perkara suap CPO, yaitu Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.
Juwamto mendapat suap sebesar Rp 7,5 miliar, AgamRp 6 miliar serta Ali dengan jumlah Rp 6,5 miliar.
Total suap yang mereka terima Rp 22,5 miliar.
Uang suap itu diserahkan ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanto sebanyai dua kali.
Tujuan pemberian suap agar tiga hakim memutuskan perkara CPO onslah atau putusan lepas.
Muhammad Arif Nuryanta pertama kali memberikan sejumlah dana senilai Rp 4,5 miliar kepada tiga hakim tersebut.
Selanjutnya dari September hingga Oktober 2024, Arif mengalokasikan dana sebesar Rp 18 miliar kepada Djuyamto.
Djuyamto kemudian menyerahkannya kepada Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom di hadapan Bank BRI Pasar Baru, Jakarta Pusat.
“ASB mendapatkan dana dalam bentuk dolar Amerika Serikat yang apabila dikonversi ke rupiah bernilai sekitarRp 4,5 miliar, sementara itu DJU memperoleh jumlah sama yaitu senilai Rp 6 miliar ketika diubah menjadi rupiah, serta AM juga menerima sumbangan berupa dolar AS dengan nilai konversi mencapai Rp 5 miliar,” terangkan Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar.
Profil Djuyamto
Berdasarkan situs Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto menjabat sebagai Hakim dengan pangkat Pembina Utama Muda IV/d.
Djuyamto pernah berkerja di PN Tanjungpandan, PN Temanggung, PN Karawang, PN Dompu, PN Bekasi, dan PN Jakarta Utara.
Dia pun terlibat dalam pengelolaan Ikatan Hakim Indonesia dengan posisi Sekretaris Bidang Advokasi.
Nama Djuyamto menjadi sorotan karena pernah menangani perkara kasus Novel Baswedan, Ferdy Sambo sampai terakhir menolak praperadilan Hasto Kristiyanto.
Harta Kekayaan Djuyamto
Dilihat dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Djuyamto memiliki Rp 2,9 miliar.
A. LAHAN DAN PROPerti RP. 2.450.000.000
1. Properti Tanah serta Bangunan dengan Luas 149 m2/80 m2 di KAB/KOTA KARANGANYAR, Harga Rp. 900.000.000 Dari Hasil Sendiri
2. Properti Tanah dan Bangunan Berukuran 150 m2/95 m2 di KAB/KOTA SUKOHARJO, Diberikan sebagai Hibah melalui Akta dengan Nilai Rp. 950.000.000
3. Tanah dan Bangunan Seluas 980 m2/152 m2 di KAB / KOTA SUKOHARJO, HASIL SENDIRI Rp. 600.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 401.000.000
1. MOTOR, Honda Beat Sepeda Motor Tahun 2015, Dikerjakan Sendiri Harga Rp. 2.500.000
2. MOTOR, VESPA SEPEDA MOTOR Tahun 2020, HASIL SENDIRI Rp. 23.500.000
3. MOBIL, Toyota Innova Reborn Tahun 2023, Harga Asli Rp. 375.000.000
C. Aset Bergerak Lainnya sebesar Rp. 90.500.000
D. SURAT bernilai Rp. —-
E. UANG TUNAI DAN SETARANYA Rp. 168.021.104
F. HARTA TAMBAHAN Lainnya Rp. 60.000.000
Sub Total Rp. 3.169.521.104
III. HUTANG Rp. 250.000.000
IV. JUMLAH SELURUH ASSET (II-III)Rp. 2.919.521.104
(*/Akulturasi)
Artikel sudah tayang di
tribunnews.com
Baca berita
TRIBUN MEDAN
lainnya di
Google News
Periksa juga berita atau detail tambahan lainnya di
Facebook
,
Instagram
dan
Twitter
dan
WA Channel
Berita viral lainnya di
Tribun Medan