
Akulturasi
,
Jakarta
– Kepala Perwakilan
Ombudsman
Provinsi Jawa Barat serta Satriana menyoroti beberapa ketidaksesuaian antara Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dengan draf Peraturan Gubernur beserta Pedoman Implementasi Sistem Pendaftaran Peserta Didik Baru (SPPDB).
SPMB
Sekolah Menengah Atas serta Sekolah Menengah Kejuruan tahun 2025 di Jawa Barat memiliki beberapa perbedaan yang meliputi aspek seperti isi informasi dalam pengumuman pendaftaran, ketentuan berkaitan dengan modifikasi data Kartu Keluarga, dan jumlah kuota untuk jalur afirmasi.
Menurut Dan, pengaturan penerimaan siswa baru menurut Pasal 38 Kementerian Pendidikan harus mencakup setidaknya detail tentang syarat-syarat calon siswa berdasarkan tingkatannya, periode registrasi, metoda penerimaan siswa baru seperti zonasi, kuota khusus, capaian akademik, serta perpindahan. Selain itu juga termasuk kapasitas tempat duduk tersedia, waktu penetapan hasil seleksi untuk masuk sekolah, dan pedoman bahwa proses daftar ulang tidak mengharuskan membayar biaya apapun.
Selama dalam rancangan atau versi awal peraturan pemerintahan Jawa Barat pada Pasal 6 hanya mencantumkan jadwal implementasi, syarat untuk mendaftar, penentuan hasil seleksi, serta proses pengambilan kembali nama. Aturan tersebut dapat mengarah pada kesalahan administratif dan memiliki dampak negatif terhadap para calon peserta.
Menurutnya, kecukupan data pendaftaran khususnya metode penerimaan, kapasitas tempat, serta gratis biaya, sangatlah penting bagi siswa potensial dalam menentukan sekolah dengan kesempatan tertinggi untuk diterima. “Layanan informasi yang tak cukup komprehensif bisa jadi merugikan para peserta didik baru sehingga mereka mungkin gagal ikut proses seleksi,” ungkapnya saat diwawancara oleh Tempo pada hari Senin, tanggal 14 April 2025.
Berdasarkan pengalaman Ombudsman Jawa Barat dalam pemantauan penerimaan murid baru di sekolah menengah atas dan kejuruan, keterbukaan informasi tentang kapasitas tempat duduk berdasarkan data dasar pendidikan atau Dapodik sangatlah penting. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua kuota terisi sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan serta untuk mencegah adanya kuota tak resmi yang tersebar lewat jalan pintas seperti sistem penitipan.
Selanjutnya dalam Pasal 30 Peraturan Menteri, besaran quota untuk jalur afirmatif setidaknya adalah 30% dari kapasitas tempat duduk sekolah menengah atas. Sementara itu, pada Rancangan Peraturan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang terdapat di Pasal 16, disebutkan bahwa jumlah minimum alokasi kuota jalur afirmatif sebesar 25%. Kuota tersebut akan dibagi antara siswa potensial berasal dari latar belakang keluarga kurang mampu serta para pelamar memiliki kebutuhan spesifik.
“Perbedaan antara kuota yang ada dengan selisih sebesar 5 persen dapat merugikan dan mengecilkan kesempatan bagi calon siswa dari latar belakang ekonomi kurang mampu serta calon siswa penyandang kebutuhan khusus dalam mendapatkan akses pendidikan di sekolah,” jelas Dan.
Terkait perubahan data Kartu Keluarga dalam Pasal 18 Ayat 3 Peraturan Menteri, Anda harus mengirimkan Kartu Keluarga asli yang sudah ada atau bukti pengaduan kehilangan dari polisi bila kartunya tidak dapat dikembalikan. Sedangkan dalam Rancangan Aturan Pemerintah untuk Provinsi Jawa Barat, jikalau Kartu Keluarga baru dibuat akibat adanya penyesuaian anggota keluarga dan proses ini dilakukan dalam waktu setahun, maka diperlukan lampiran berupa fotokopi Kartu Keluarga sebelumnya ataupun surat konfirmasi dari RT/RW yang mencantumkan periode tinggal individu tersebut. “Aturannya tak sinkron dengan Ketentuan Mendikdasmen tentang dokumen-dokumen yang mesti dipersiapkan saat terjadi modifikasi pada Kartu Keluarga,” ungkap Dan.
Di bagian terakhir pembentukan Peraturan Gubernur serta Panduan Teknis Sistem Pendaftaran Calon Siswa baru di Provinsi Jawa Barat, Ombudsman merekomendasikan untuk melakukan perbaikan berdasarkan Pedoman Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.
Aturan dan panduannya harus mencakup rincian operasional minimal 19 wewenang pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam kebijakan Menteri. Selain itu, disyaratkan agar ketentuan Jawa Barat tetap sama dengan regulasi Menteri guna menghindari risiko penyimpangan administratif serta kerugian bagi publik.
“Kami merekomendasikan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat supaya berdiskusi dengan unit yang bertanggung jawab atas penjaminan kualitas pendidikan di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Tujuannya adalah untuk memverifikasi semua saran dari publik sehingga tidak melanggar peraturan atau panduan,” jelasnya.
Sebelumnya pada Kamis, 10 April 2025, Dinas Pendidikan Jawa Barat di kantornya di Bandung menggelar Uji Publik Eksternal Peraturan Gubernur Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025. Dalam keterangan tertulisnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan Sistem Penerimaan Murid Baru tahun ini tidak boleh gaduh dan harus kondusif. Kemudian, tidak boleh ada anak yang tidak sekolah karena terhambat SPMB dan juga harus memperhatikan calon peserta didik dari keluarga ekonomi tidak mampu.
“Khusus domisili, gubernur berharap anak-anak di wilayah sekolah itu harus diterima,” ujar pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Deden Saepul Hidayat.
Selain itu sesuai komitmen bersama yang telah dilakukan, SPMB harus transparan, dapat dipertanggungjawabkan, dan bebas dari tekanan. Sistem Penerimaan Murid Baru 2025 akan membuka empat jalur pendaftaran yaitu berdasarkan domisili, prestasi, afirmasi, dan mutasi.