
Akulturasi
Terkait tindakan kejam dokter residennya dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah, yang telah merudapaksa keluarga seorang pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, kini muncul informasi tambahan.
Dipercaya telah memahami keadaan dan lingkungan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung oleh tersangka Priguna.
Setelah polisi mengevaluasi lokasi kejadian peristiwa (TKP) pada hari Jumat (11/4/2025), informasi tambahan pun muncul.
Polda Jawa Barat beserta Puslabfor dan Dokkes mengunjungi bangunan MCHC di tingkat 7 RSHS Bandung, lokasi di mana tersangka menyiksa korban-korbannya.
Seperti yang dijelaskan oleh Ditreskrimum Polda Jabar, Kombes Surawan.
Ruang (TKP) berada di bagian akhir. Kami menemukan beberapa barang bukti di sana seperti yang sudah kita bahas pada konferensi pers beberapa hari yang lalu.
“Penjahat tersebut ternyata telah mengamati kondisi rumah sakit dengan cermat. Ia pertama-tama menggunakan elevator hingga lantai enam, setelah itu ia berjalan menanjak menuju lantai tujuh,” jelas Surawan, seperti dilaporkan oleh media tersebut.
TribunJabar.id
.
Dia menyebutkan lagi bahwa tindakan tersebut dilakukan tanpa ada dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang mendampinginya.
“Penjahat tersebut melakukan kegiatannya sendiri di kamar yang tidak terkunci, dan kamarmu itu nantinya akan dipakai untuk layanan wanita,” ungkapnya.
Sebelumnya, Surawan menambahkan bahwa telah ada laporan dari dua korban tambahan.
Keduanya, yaitu dua orang dengan usia 21 dan 31 tahun, sudah diperiksa.
Sudah benar adanya kedua korban tersebut mengalami tindakan serupa dari pelaku dengan metode yang identik.
Peristiwa tersebut berlangsung pada tanggal 10 dan 16 Maret 2025, yakni sebelum insiden yang dialami oleh FH (21), ucapnya saat memberikan keterangan di Polda Jabar, Jum’at (11/4/2025).
Surawan menyebutkan bahwa tersangka melancarkan aksinya dengan cara melakukan pemeriksaan anastesi dan tes alergi terhadap obat bius.
“Para korban diboyong ke lokasi yang serupa, yaitu Lantai 7 gedung MCHC. Namun, terkait kedua korban ekstra ini, mereka adalah pasien dari RSHS,” jelasnya.
Dia pun memperjelas tentang berita mengenai penarikan laporannya.
Tidak ada pencabutan. Jadi, tidak ada penarikan laporan terhadap pelapor yang sedang diproses secara hukum oleh kami,
“Demikian pula dengan kabar perdamaian, hal tersebut tidak terjadi karena ini merupakan tindakan yang konsisten dilakukan,” ungkap Surawan di Mapolda Jabar pada hari Jumat, 11 April 2025.
Menurut kutipan dari TribunJabar.id, dia menyebut bahwa salah satu tindakan yang tak dapat diatasi melalui sistem keadilan restoratif (KR) adalah perilaku yang bersifat berulang.
Surawan juga menyebutkan bahwa hingga saat ini, setelah menganalisis semua bukti yang ditemukan oleh tim investigasi serta mendengar kesaksian para saksi, pelaku hanya sendirian tanpa adanya tersangka tambahan.
“Pelakunya melakukan kejahatan tersebut tidak lama yang lalu. Saat ini kami tengah mengadakan tes DNA terhadap barang bukti yang telah disita dengan bantuan Pusdokkes, dan kemungkinan besar hasilnya akan tersedia dalam tiga hingga empat hari,” jelasnya.
Sebelumnya, pengacara dari terduga pelaku, Ferdy Rizky, menyatakan bahwa kliennya telah mengajukan permohonan maaf kepada pihak yang menjadi korban.
“Pada intinyalah, kita akan bekerja sama untuk menyediakan hak-hak tersangka dan kita akan pantau proses ini hingga mencapai keputusannya,” ujarnya saat ditemui di Jalan Soekarno Hatta, pada hari Kamis (10/4/2025).
Fredy juga menyebut bahwa selama pertemuan, keluarga dari pihak yang melapor pernah menampilkan bukti penarikan pengaduan walaupun hal tersebut tidak mengubah jalannya proses hukum.
“Pencabutan tersebut terjadi pada tanggal 23 Maret 2025,” ujar Ferdy.
Pelaku Punya Kelainan Seksual
Diketahui, kekerasan yang dialami oleh korban akibat tindakan Priguna terjadi sekitar pertengahan Maret 2025 di salah satu kamar lantai tujuh rumah sakit Rs Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat.
Pelaku melakukan tindakan tercela tersebut dengan cara menyodorkan obat penenang sehingga korbannya menjadi pingsan tanpa kesadaran, seraya mengiming-imingi bahwa itu untuk tes darah.
Kepala Direktorat Reskrimsus Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, menyatakan bahwa tersangka tersebut mempunyai keanehan yaitu tertarik pada orang-orang yang dalam kondisi tidak sadar atau pingsan.
Pernyataan tersebut didasari pada pengakuan sang pelaku kepada kepolisian usai menjalani pemeriksaan medis.
“Pelakunya sendiri telah mengenali bahwa ia merasakan sesuatu yang unik, yaitu ketertarikan pada orang-orang yang pingsan,” ungkap Kombes Surawan di Mapolda Jawa Barat, Kamis (10/4/2025), sebagaimana dikutip dari KompasTV.
Sebaliknya, si pelaku telah meminta bantuan kepada seorang psikolog mengenai gangguan yang dideritanya.
Dia menegaskan bahwa dirinya pernah berkonsultasi dengan seorang psikolog. Karena alasan tersebut, ia sadar akan kondisi abnormalnya. Selain itu, rutinitas harian serta interaksi sosialnya dikatakan sebagai hal yang biasa,” ungkapnya saat berada di Polda Jabar pada hari Kamis, 10 April 2025.
Di bidang kesehatan, kondisi tersebut dikenal sebagai Somnophilia.
Menurut TribunJabar.id, somnofilia merupakan suatu orientasi seksual jarang terjadi dimana individu tersebut mengalami gairah seksual terhadap orang lain yang sedang tidak sadarkan diri dan tak dapat membalasnya.
Kronologi Pelecehan
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat kepolisian di Jawa Barat, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengungkapkan bahwa cara kerja Priguna adalah memanfaatkan situasi genting sang ayah dari korban dengan alasan akan melakukan pemeriksaan darah untuk tranfusi.
Insiden penyerangan brutal itu terjadi pada tanggal 18 Maret 2025 sekitar pukul 01:00 Waktu Indonesia Barat di pagi hari yang masih gelap.
Saat dicapai oleh pelakunya, korban sedang merawat bapaknya yang sakit dan mengharuskan tranfusi darah.
“Pihak korban dimohon agar tidak dibarengi dengan saudara kandungnya,” ungkap Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Hendra Rochmawan saat memberikan keterangan pada konferensi pers di Mapolda Jawa Barat, Rabu (9/4/2025).
FH digiring oleh pelaku utama dari area Instalasi Gawat Darurat menuju gedung Pusat Kesehatan Wanita dan Anak (PKWA) Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin yang berada di tingkat ketujuh.
Kombes Hendra melanjutkan, sebelum pergi, tersangka meminta FH agar tidak ditemani oleh siapapun, termasuk adiknya.
Singkatnya, pelaku mengantarkan korbannya ke ruangan bernomor 711.
Setibanya di tempat kejadian, tersangka menyuruh korbannya untuk melepaskan pakaian dan celananya, kemudian diganti dengan jas operasi yang berwarna hijau.
“Tersangka menyuruh korban untuk berpakaian menggunakan jas operasi yang berwarna hijau dan menuntut korban lempar pakaiannya,” papar Kombes Hendra.
Priguna Anugerah setelah itu menyuntikkan jarum kebagian lengan kirinya sekitar 15 kali pada upaya tersebut.
Selanjutnya, tersangka menempatkan jarum tersebut pada selang infus. Kemudian, tersangka memasukkan cairan jernih ke dalam selang infus tadi.
Beberapa saat setelah itu, korban mengalami pusing dan kehilangan kesadaran.
Sesudah bangun dari kesadaran tersebut, korban dimintakan untuk mengganti baju lagi kemudian dibawa ke lantai 1 gedung MCHC.
Sesampainya di ruang IGD, korban akhirnya menyadari bahwa jam tersebut telah menunjukkan pukul 04.00 WIB.
“Korban menceritakan pada ibunya bahwa sang pelaku mencoba mengambil darah sebanyak 15 kali dan menyuntikkan cairan jernih ke dalam selang intravena sehingga korban pingsan,” ungkap Kombes Hendra.
FH baru menyadari dirinya menjadi korban perampasan hak ketika mengalami rasa sakit saat buang air kecil.
Area sensitif-nya terasa sakit ketika tersentuh air.
Para korban setelahnya mengabarkan insiden tersebut kepada pihak berwajib.
Kepolisian yang mendapatlaporan langsung memulai investigasi dan mengamankan Priguna pada hari Minggu (23/3/2025). Setelah itu, ia dijatuhi status sebagai tersangka.
Kombes Hendra mengatakan bahwa selama proses penyelidikan kasus tersebut, sebanyak 11 individu telah diperiksa sebagai saksi.
“FH menjadi salah satu korban, diikuti oleh ibunya, lalu beberapa perawat, sekitar tiga perawat, dan saudara kandungnya yang juga adalah korban. Selain itu, pihak farmasi, dokter, serta staf Rumah Sakit Hasan Sadikin termasuk apoteker pun terlibat dalam hal ini. Direktorat Kriminal Umum juga berencana mengumpulkan keterangan dari pakar guna membantu proses penyelidikan,” ungkapnya.
(*/
Akulturasi
)
Baca berita
TRIBUN MEDAN
lainnya di
Google News
Lihat pula berita atau info tambahan di
Facebook
,
Instagram
,
Twitter
dan
WA Channel