Pemerintah Tetapkan Hukuman Maut dalam KUHP demi Menghargai Aturan yang Berlaku di Masyarakat



Akulturasi


,


Jakarta


– Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, serta Penahanan Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan alasannya dalam menentukan sikapnya untuk tetap memelihara pasal pelabelan tersebut.
hukuman mati
Menurut Yusril, aturan tersebut berdasar pada hukum yang berkembang dalam masyarakat atau living law.

“Kedua belah pihak, yaitu pemerintah dan DPR, menunjukkan penghargaan terhadap norma hukum yang berlaku di kalangan masyarakat,” kata Yusril saat dihubungi oleh Tempo melalui aplikasi pesan pada Jumat malam, 11 April 2025.

Yusril menyatakan bahwa living law menurut pandangannya mencakup Hukum Islam dan Hukum Adat. Sama seperti kedua jenis hukum tersebut, baik itu Hukum Islam ataupun Hukum Tradisional, sama-sama menjadi komponen penting dalam sumber-sumber hukum resmi negara kita. Dia juga menambahkan, “Kedua sistem ini pun memiliki penghentian kehidupan sebagai salah satu bentuk hukumannya.”

Dia memberikan contoh melalui implementasi undang-undang di Filipina. Walaupun negeri itu secara umum bersifat sekular, tetapi mereka masih menerapkan Hukum Kanonik dari Gereja Katolik.

Untuk Filipina, Hukum Kanonik dilihat sebagai hukum yang hidup. “Hingga saat ini, pemerintahan Filipina masih menolak kontrasepsi dan perceraian sebab Hukum Kanonik Gereja Katolik melarang keduanya,” jelas Yusril dalam paparan beliau.

Yusril sebelumnya sudah menyatakan bahwa dia tidak berencana untuk menghilangkan pasal tentang hukuman mati di Kitab Undang-Undang HukumPidana (KUHP). Aturan itu tetap akan dipertahankan sebagai bentuk sanksi pidana yang spesifik.

“Secara substansial, aturan tentang hukuman mati sebagai jenis hukuman tersendiri ditetapkan dengan jelas di dalam Pasal 64 bagian C beserta Pasal 67 dan 68 dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” demikian pernyataan Yusril melalui tulisan resminya yang diberitakan Tempo pada hari Kamis, tanggal 10 April 2025.

Yusril pun menyatakan bahwa vonis hukuman mati yang dijatuhkan oleh hakim sebaiknya digantikan dengan sanksi lain sebagai ganti pidana. Tambahan lagi, hukuman mati tak dapat langsung dilaksanakan walaupun sudah ada putusan dari pengadilan.

Terpidana
hukuman mati
Masih ada peluang untuk mengajukan grasi kepresidenan. Bab 99 serta 100 dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyediakan dasar bagi majelis hakim untuk memutus hukuman mati bersamaan dengan periode uji coba selama sepuluh tahun.

“Bila dalam periode tersebut terpidana memperlihatkan rasa sesal serta perubahan tingkah laku, presiden bisa merubah hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup,” kata Yusril.

Dia pun mendorong hakim agar ekstra hati-hati saat menyatakan hukuman mati. Menurut Yusril, akan lebih baik jika seorang hakim melepaskan pelaku kejahatan daripada salah memberikan hukuman kepada orang yang tak bersalah.

“Orang yang telah divonis hukuman mati tak bisa dikembalikan lagi. Karena alasan tersebut, sikap hati-hati menjadi pedoman utama,” jelas Yusril.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kamu Juga Mungkin Suka