Inilah Alasan Mengapa Seseorang Bisa Memanipulasi Pasangan atau Orang Lain, Menurut Ahli Psikologi


Akulturasi

Banyak kali kita bertanya-tanya, mengapa sebagian orang bisa dengan cepat memanipulasi serta mengendalikan pasangannya atau pihak ketiga.

Akan tetapi, perilaku manipulatif ternyata tidak selalu muncul karena seseorang itu memiliki niat yang jahat, lho!

Menurut psikologi, ada banyak alasan kenapa seseorang bisa jadi manipulatif, dan sebagian besar berakar dari masalah yang lebih dalam.

Penasaran bagaimana? Mari kita ulik penyebabnya, agar pemahaman kita bertambah.

Menurut laporan di Psych Central, pengendalian diri yang berlebihan atau traumatis pada masa kanak-kanak dapat menjadi penyebab utama.

Orang yang tumbuh di lingkungan di mana mereka harus selalu “menyesuaikan diri” demi bertahan hidup, bisa jadi belajar menggunakan manipulasi sebagai alat perlindungan. Mereka belajar bahwa mengendalikan orang lain adalah satu-satunya cara agar mereka merasa aman.

Selanjutnya, perasaan ketakutan diabaikan atau ditinggal. Banyak orang yang melakukan penipuan memiliki kecemasan yang kuat.

Mereka khawatir akan terabaikan atau hilang kendali sehingga menggunakan metode manipulative untuk “menjebak” orang lain agar tidak meninggalkannya. Hal ini umumnya ditunjukkan melalui rasa bersalah yang dipicu, sikap protektif berlebihan, atau sifat posesif.

Ketiga, sesuai dengan Verywell Health, hal ini berkaitan dengan narsistik atau ciri-ciri dari gangguan kepribadian. Orang yang bersikap manipulatif mungkin memiliki karakteristik yang lebih mendalam seperti contohnya mereka yang berada di spektrum narsistik atau borderline.

Mereka umumnya tak dapat memahami batas kesehatan yang seharusnya ada dalam suatu hubungan, serta cenderung menumpukan perhatian pada keperluan pribadi tanpa mempedulikan emosi orang lain.

Di samping itu, beberapa orang melakukan hal tersebut lantaran sudah biasa dan sukses dalam melakukannya. Ya, sangat sederhana seperti itu. Bila sebelumnya metode manipulatif telah membantu mereka mendapatkan apa pun yang diinginkan, maka mereka cenderung akan tetap mengikutinya. Hal ini akhirnya menjadi sebuah kebiasaan yang susah untuk berhenti jika tidak ada pihak lain yang memberi pengertian kepada mereka.

Namun perlu diingat, meskipun kita dapat memahami alasannya, hal tersebut bukan berarti kita seharusnya mengizinkan tingkah lakonya. Kami masih memiliki hak untuk menyatakan “berhenti” dan menegaskan batasan kami. Empati boleh saja ditunjukkan, namun kita juga penting bagi kita untuk merawat diri sendiri.

Oleh karena itu, jika Anda merasakan bahwa ada orang yang kerap kali mengecoh emosi Anda, membuat Anda kebingungan, atau menyebabkan rasa bersalah tanpa alasan yang pasti, maka harusnya waspada. Cobalah kenali gejalanya serta tidak perlu sungkan untuk menjaga jarak apabila diperlukan. Anda layak memiliki suasana hati yang positif, tempat dimana hormon penghargaan satu sama lain dan dukungan kesejahteraan psikologis bisa membantu perkembangan diri Anda menjadi lebih baik.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kamu Juga Mungkin Suka